Total Tayangan Halaman

Selasa, 15 Januari 2013

Ketika Naira Berjilbab


Adalah Naira seorang gadis remaja lulus SMU. Naira memiliki wajah yang cantik, tubuhnya langsing, dengan tinggi hampir 170 cm. Naira memilik kegemaran yang jarang dimiliki oleh wanita seusianya yakni berolahraga. Hampir semua bidang olahraga ia kuasai. Ketika teman-temannya mendaftar diperguruan tinggi dengan memilih jurusan yang populer, banyak diminati agar mudah mencari kerja, atau memilih bidang yang bergengsi misalnya; Naira justru memilih untuk kuliah di Universitas Negeri Jakarta [ dulu namanya IKIP] mengambil jurusan ‘langka’, – olahraga -.

Selama Naira kuliah ia mengambil jurusan olahraga voli. Selain cantik, Naira cerdas, ia berprestasi. Sehingga dimasa kuliahnya ia juga mampu mencari uang sendiri. Misanya memberi pelajaran privat berenang; mengajar ilmu beladiri, senam di kursus-kursus. Kepandaian ber volinya juga memberi dampak bagi lingkungan tempat tinggalnya. Ia melatih warga dan sering memenangkan lomba voli dalam rangka 17-an atau antar RT, kelurahan.
Puncaknya, ketika Naira terpilih menjadi tim voli dari universitasnya untuk mengikuti acara olahraga antar mahasiswa. Naira bisa berkunjung ke daerah-daerah lain di Indonesia. Naira juga sempat terpilih menjadi anggota tim voli yang mewakili daerah (porda), bahkan nasional. Secara internasional pun Naira sempat merasakannya; bagaimana dieluk-elukan, di puja -puji. Buah keahliannya menghasilan penghargaan; berupa piala, medali, piagam dan tentunya juga materi serta fasilitas lainnya dari universitas.
Di penghujung masa ia hendak meraih gelar S1 nya, Naira memutuskan untuk berjilbab. Betapa godaan, kesempatan emas untuk berkarir itu justru datang bertubi-tubi padanya ketika ia telah berjilbab. Bermula dari tawaran suatu yayasan kedaerahan di tempat ia tinggal agar Naira bisa mengikuti lomba ‘ratu-ratu-an’. Naira menolak dengan halus. Orangtua Naira yang mempunyai kedekatan dengan personil di AL, memungkinkan Naira bisa merintis karir sedikit mudah untuk menjadi bagian dari korps wanita AL. Kemudian juga ada tawaran untuk menjadi pramugari. Pada karir-karir inilah yang kemudian Naira sempat bimbang. Naira sebenarnya sangat ingin, karena selain menyukai olahraga ia juga senang berpergian. Tapi Naira memutuskan untuk mengatakan tidak, karena untuk profesi ini ia harus menanggalkan jilbabnya; meskipun hanya untuk selama masa pendidikan dan bertugas.
Selama menganggur setelah menjadi sarjana, ia mendapatkan tawaran dari teman-temannya, lembaga, klub untuk menjadi bagian dari tim voli mereka. Naira menolak, selain harus melepas jilbab, busana resmi voli untuk wanita sangat tidak islami, begitu penuturannya.
Kini, Naira berprofesi sebagai pengajar di sebuah taman kanak-kanak, menjadi instruktur olahraga bagi anak-anak TK. Naira anak sulung dengan 3 orang adik, berasal dari keluarga sederhana. Umurnya belum 25, ia masih muda tapi ia tak mudah tergoda ketika menentukan arah hidup selanjutnya sesuai yang ia inginkan. Naira menerima banyak pertanyaan dari teman-temannya sehubungan dengan sikapnya ini. Masa sih, seorang atlit bisa dengan mudah berpindah profesi menjadi guru taman kanak-kanak, meninggalkan hiruk pikuk sorak sorai ketenaran, mengabaikan kesempatan profesi yang memungkinkan mendapatkan materi, fasilitas yang lebih menjanjikan sekedar untuk mempertahankan keyakinannya?
***
[Kisah ini nyata, terimakasih untuk 'Naira' yang telah membagi pengalaman hidupnya]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lencana Facebook