Total Tayangan Halaman

Kamis, 11 April 2013

Kisah nenek dan Minyak goreng

Suatu ketika saya bertemu dengan
seorang nenek.
Dia, yang yang ringkih dengan kebaya bermotif kembang itu, tampak sedang
memegang sebuah kantong plastik. Hitam warnanya, dan tampak
lusuh. Saya duduk disebelahnya, di atas sebuah metromini yang menuju ke stasiun KA.

Dia sangat tua, tubuhnya membungkuk, dan kersik
di matanya tampak jelas. Matanya selalu berair,
keriputnya, mirip dengan aliran sungai. Kelok-berkelok. Hmm…dia tampak tersenyum pada saya.
Sayapun balas tersenyum. Dia bertanya, mau kemana.
Saya pun menjawab mau kerja, sambil bertanya,
apa isi plastik yang dipegangnya.
Minyak goreng, jawabnya. Ah, rupanya, dia baru
saja mendapat jatah pembagian sembako. Pantas,
dia tampak letih. Mungkin sudah seharian dia
mengantri untuk mendapatkan minyak itu. Tanpa
ditanya, dia kemudian bercerita, bahwa minyak itu,
akan dipakai untuk mengoreng tepung buat
cucunya. Di saat sore, itulah yang bisa dia berikan
buat cucunya.
Dia berkata, cucunya sangat senang kalau
digorengkan tepung. Sebab, dia tak punya banyak
uang untuk membelikan yang lain selain gorengan
tepung buatannya. Itupun, tak bisa setiap hari
disajikan. Karena, tak setiap hari dia bisa
mendapatkan minyak dan tepung gratis.
Degh. Saya terharu. Saya membayangkan betapa
rasa itu begitu indah. Seorang nenek yang rela
berpanas-panas untuk memberikan apa yang
terbaik buat cucunya. Sang nenek, memberikan
saya hikmah yang dalam sekali. Saya teringat
pada Ibu. Allah memang maha bijak. Sang nenek
hadir untuk menegur saya.
Sudah beberapa saat waktu sebelumnya, saya
sering melupakan Ibu. Seringkali makanan yang
disajikannya, saya lupakan begitu saja. Mungkin,
karena saya yang terlalu sok sibuk dengan semua
urusan kerja. Sering saat pulang ke rumah, saya
menemukan nasi goreng yang masih tersaji di
meja, yang belum saya sentuh sejak pagi.
Sering juga saya tak sempat merasakan masakan
Ibu di rumah saat kembali, karena telah makan di
tempat lain. Saya sedih, saat membayangkan itu
semua. Dan Ibu pun sering mengeluh dengan hal
ini. Saya merasa bersalah sekali. Saya bisa
rasakan, Ibu pasti memberikan harapan yang
banyak untuk semua yang telah dimasaknya
buat saya. Tentu, saat memasukkan bumbu-bumbu,
dia juga memasukkan kasih dan cintanya buat
saya.
Dia pasti juga akan menambahkan doa-doa dan
keinginan yang terbaik buat saya. Dia pasti,
mengolah semua masakan itu, mengaduk,
mencampur, dan menguleni, sama seperti dia
merawat dan mengasihi saya. Menyentuh dengan
lembut, mengelus, seperti dia mengelus kepala
saya di waktu kecil.
***
Metromini telah sampai. Setelah mengucap salam
pada nenek itu, saya pun turun. Namun, saya punya
punya keinginan hari itu. Mulai esok hari, saya
akan menyantap semua yang Ibu berikan buat
saya. Apapun yang diberikannya. Karena saya
yakin, itulah bentuk ungkapan rasa cinta saya
padanya. Saya percaya, itulah yang dapat saya
berikan sebagai penghargaan buatnya.
Saya berharap, tak akan ada lagi makanan yang
tersisa. Saya ingin membahagiakan Ibu. Terima kasih Nek

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lencana Facebook